Title : I Will Turn Into a Cherry Tree
Rating : T
Genre : Romance, Angst(?)
Length : Oneshoot(?)
Cast : Wu Yifan, Sazaki Mami
Summary : "Aku akan berubah menjadi Pohon Sakura.. Aku akan bertahan disini, jadi kau tahu dimana cinta itu berada."
AN : Cerita gak jelas, typo bertebaran karena gak di edit lagi ngahaha. cuma iseng aja di post, daripada lumutan :X sesuai judulnya, cerita ini terinspirasi dari lagunya AKB48 - Sakura no Ki Ni Narou T_T
Rating : T
Genre : Romance, Angst(?)
Length : Oneshoot(?)
Cast : Wu Yifan, Sazaki Mami
Summary : "Aku akan berubah menjadi Pohon Sakura.. Aku akan bertahan disini, jadi kau tahu dimana cinta itu berada."
AN : Cerita gak jelas, typo bertebaran karena gak di edit lagi ngahaha. cuma iseng aja di post, daripada lumutan :X sesuai judulnya, cerita ini terinspirasi dari lagunya AKB48 - Sakura no Ki Ni Narou T_T
“Aku tak akan sepenuhnya menghilang. Aku akan tetap disini.”
Hening. Air bening itu terus mengalir dari kedua matanya. Tangannya terus menggenggam tangan orang yang sangat ia kasihi. Tak sedetikpun pandangannya lepas dari orang yang terbaring lemah dihadapannya. Tangan kiri gadis itu sudah bengkak, selang infus yang telah terpasang selama sebulan itu masih saja betah ditempatnya.
“Kau pasti sembuh, percayalah.” Sang pria masih mencoba menyemangatinya.
Gadis itu tersenyum simpul, matanya melirik ke arah jendela. Menikmati pemandangan musim gugur yang indah, mungkin ini musim gugur terakhirnya di Jepang. Setetes air bening lolos dari sudut matanya, dengan cepat sang pria menyeka air mata itu.
“Jangan menangis, kumohon.” Genggaman di tangannya makin kuat, ia sangat tidak ingin kehilangan gadis dihadapannya.
“Kau sendiri menangis, bodoh.” Ejek sang gadis.
Gadis itupun tertawa, tawanya masih sama seperti dulu. Sangat lepas dan tanpa beban. Tawanya ini makin membuat dada sang pria sesak. Ia takut kalau ini tawa terakhir yang dia dengar. Sang pria pun menarik nafas panjang, dan menghapus jejak air mata di pipinya.
“Aku tidak menangis, bodoh.” Jawab sang pria.
“Anak kecil juga tahu kau menangis.” Jawab sang gadis sambil menjulurkan lidahnya.
Hening lagi. Masing masing dari mereka sibuk dengan pikirannya sendiri.
“Ehm.. Yifan..” Akhirnya sang gadis bersuara lagi.
Sang pria menatap sang gadis itu sambil tersenyum, senyuman yang membuat pilu. Sang gadis tau, ini akan menjadi terakhir kalinya ia melihat senyuman kekasihnya.
“Bisa kau bukakan jendela itu?” Tanya sang gadis.
Sang pria hanya mengangguk dan segera membukakan jendela itu. Sedetik kemudian, angin dingin musim gugur mulai memasuki ruangan. Suara anak kecil yang berada di taman rumah sakit itupun terdengar jelas. Sang pria membalikkan badannya dan menatap ke arah sang gadis yang tengah menutup matanya sambil tersenyum.
“Kau tidak kedinginan?” Tanya sang pria.
Sang gadis hanya menggelengkan kepalannya. Sang pria menghela nafas dan kembali duduk di dekat gadisnya itu. Tangannya kembali menggenggam tangan sang gadis dengan posesif. Saat angin musim gugur kembali bertiup, sehelai bunga sakura terbawa masuk ke dalam ruangan. Helai bunga itu tepat jatuh di atas hidung sang gadis. Sang gadispun kembali tersenyum dan membuka matanya. Dengan perlahan ia menggerakkan tangan kirinya dan mengambil helai bunga itu. Ia menatapnya dan tersenyum simpul.
“Ada apa?” tanya sang pria.
Sang gadis kembali menggelengkan kepalanya dan menatap sang pria. Tatapan yang sulit di artikan.
“Bunga Sakuranya sudah mulai berguguran.” Ucap sang gadis.
Dahi sang pria mengkerut, menandakan ia tak mengerti dengan ucapan sang gadis. Sang gadis hanya terkekeh dan kebali bersuara.
“Bunga Sakura ini akan bersemi lagi nanti… Saat musim semi tiba.”
“Lalu?” Bukannya mengerti, sang pria malah tambah kebingungan.
“Aku lahir saat Bunga Sakura ini mekar. Dan kau tahu, aku yakin aku harus pergi saat bunga sakura ini berguguran.” Ucap sang gadis sambil memandangi Pohon Sakura yang berada di luar.
“Jangan berkata seperti itu..” Jawab sang pria pelan.
“Ayolah Yifan, kita tidak boleh munafik. Aku tahu umurku ini tidak panjang lagi, aku harap kau bisa dengan segera melupakanku. Kau tidak boleh terus berlarut dalam kesedihan ini…”
Diam, sang pria alias Yifan itu tidak bisa berkata apa apa lagi.
“Kalau di akhir hidupku aku melihatmu sedih, aku akan terus bersedih Wu Yifan. Bisakah kau tersenyum di saat saat terakhirku? Aku benci air matamu. Aku ingin menjadikan halaman terakhir dihidupku ini indah tanpa air mata.” Ucap gadis itu panjang lebar.
“Mami…” Ucap Yifan lirih.
Yifan menundukkan kepalanya, menarik nafas dalam dalam. Menahan air matanya yang hendak melesat keluar, ia harus kuat. Ia kembali mendongkakkan kepalanya, menatap sang gadis yang bernama Mami itu.
“Aishiteimasu.” Lanjut Yifan.
Mami hanya tersenyum mendengarnya, ia kembali menatap Cherry Tree yang sudah mulai habis itu. dia mulai merasakan tenaganya menghilang, pandangannya mulai kabur.
“Yifan, lihat Pohon Sakura itu. Saat bunganya habis, mungkin waktuku juga akan habis...” Ucap mami sambil menatap Yifan sayu.
“I will turn into an eternal cherry tree, I won't move from here. Even you get lost on your heart's path, I will stand here so that you know where love is.” Sambung Mami.
Yifan bingung, entah apa yang harus ia katakan. Ia hanya bisa tersenyum dan menahan rasa sakit yang bergemuru di dadanya.
“Kisusite!” Ucap mami pelan.
Dengan perlahan Yifan menempelkan bibirnya dengan bibir Mami. Ciuman lembut itu berlangsung agak lama. Yifan mengakirinya saat Mami sedikit mendorong dadanya itu. keduanya saling bertatapan lalu tersenyum. Yifan mengelus surai pirang milik Mami dengan sayang, genggaman tangannya masih tak mau lepas sampai saat ini.
“Yifan, aku lelah. Aku ingin tidur.” Ucap Mami.
“Tidurlah.” Yifan mengecup kening Mami lalu menyelimuti tubuh mami sampai dada.
“Arigatou..Aishiteruyo.” Ucap Mami pelan.
“Tak perlu berterimakasih, Sugar.” Ucap Yifan sambil terus mengelus punggung tangan Mami.
“Sayonara, ai.”
Setelah kata terakhirnya, Mami meutup matanya bersamaan dengan hembusan angin yang membawa sehelai Bunga Sakura terakhir di pohon itu. Bunga itu terus terbang menjauh bersamaan dengan angin yang terus berhembus. Air bening itu mengalir dengan deras dari kedua mata Yifan, dokter dan beberapa suster berdatangan ke ruangan dimana Yifan masih mematung. Sang dokter berusaha memancing detak jantung gadis itu dengan alat penyetrum. Tapi nihil, setelah tiga kali dicoba tidak ada reaksi apapun yang terjadi. Dokter dan para suster pun menundukkan kepala, sang dokter membalikkan badannya dan berjalan ke arah Yifan. Sedangkan para suster mulai melepas alat alat yang menemel pada tubuh Mami –yang membuatnya menderita selama sebulan ini.
“Maafkan kami, Tuan.” Kata sang dokter dengan lirih.
“Ma..Mami…”
-I will turn into a cherry tree-
-Wu Yifan POV-
Setelah lima tahun berlalu, akhirnya aku kembali kesini. Kembali ketempat Mami menutup lembar terakhir dari buku kehidupannya. Aku menatap Pohon Sakura besar yang ada dihadapanku. Sazaki Mami, dia berjanji akan tetap berada disini kan?
“Mami.. Aku sangat merindukanmu.” Gumamku pelan.
Aku meletakan setangkai bunga Aster kesukaan Mami di bawah pohon itu. Saat angin bertiup, semerbak harum bunga sakura menyapa indera penciumanku, persis seperti bau tubuh Mami.
“Mami, apakah kau benar benar berubah menjadi Pohon Sakura?”
Aku tahu aku terlihat seperti orang bodoh, berbicara dengan sebuah pohon. Tapi, aku yakin Mami sedang mendengarku sekarang. Aku yakin Mami hadir disini..
“Aku datang kemari untuk meminta restumu. Aku akan menikahi seseorang bulan depan. Orang itu sangat mirip denganmu.”
Aku menatap ke arah langit, awan hitam mulai menutupi sang surya. Aku yakin sebentar lagi akan turun hujan. Mataku kembali menatap pohon yang berdiri tegak didepanku.
“Nama dia Yu Jiaqi. Semoga kau merestui kami berdua. Ah dan aku harap kau bahagia disana, Mami. Aku sudah menepati janjiku agar tidak berlarut dalam kesedihan.”
Aku menundukkan kepalaku dan berdoa. Entah mengapa, tiba tiba air mataku mengalir begitu saja. Walaupun kau telah tiada, kau akan tetap berada di tempat spesial di hatiku. Sampai kapanpun namamu akan terukir abadi, Sazaki Mami.
-fin-
Hening. Air bening itu terus mengalir dari kedua matanya. Tangannya terus menggenggam tangan orang yang sangat ia kasihi. Tak sedetikpun pandangannya lepas dari orang yang terbaring lemah dihadapannya. Tangan kiri gadis itu sudah bengkak, selang infus yang telah terpasang selama sebulan itu masih saja betah ditempatnya.
“Kau pasti sembuh, percayalah.” Sang pria masih mencoba menyemangatinya.
Gadis itu tersenyum simpul, matanya melirik ke arah jendela. Menikmati pemandangan musim gugur yang indah, mungkin ini musim gugur terakhirnya di Jepang. Setetes air bening lolos dari sudut matanya, dengan cepat sang pria menyeka air mata itu.
“Jangan menangis, kumohon.” Genggaman di tangannya makin kuat, ia sangat tidak ingin kehilangan gadis dihadapannya.
“Kau sendiri menangis, bodoh.” Ejek sang gadis.
Gadis itupun tertawa, tawanya masih sama seperti dulu. Sangat lepas dan tanpa beban. Tawanya ini makin membuat dada sang pria sesak. Ia takut kalau ini tawa terakhir yang dia dengar. Sang pria pun menarik nafas panjang, dan menghapus jejak air mata di pipinya.
“Aku tidak menangis, bodoh.” Jawab sang pria.
“Anak kecil juga tahu kau menangis.” Jawab sang gadis sambil menjulurkan lidahnya.
Hening lagi. Masing masing dari mereka sibuk dengan pikirannya sendiri.
“Ehm.. Yifan..” Akhirnya sang gadis bersuara lagi.
Sang pria menatap sang gadis itu sambil tersenyum, senyuman yang membuat pilu. Sang gadis tau, ini akan menjadi terakhir kalinya ia melihat senyuman kekasihnya.
“Bisa kau bukakan jendela itu?” Tanya sang gadis.
Sang pria hanya mengangguk dan segera membukakan jendela itu. Sedetik kemudian, angin dingin musim gugur mulai memasuki ruangan. Suara anak kecil yang berada di taman rumah sakit itupun terdengar jelas. Sang pria membalikkan badannya dan menatap ke arah sang gadis yang tengah menutup matanya sambil tersenyum.
“Kau tidak kedinginan?” Tanya sang pria.
Sang gadis hanya menggelengkan kepalannya. Sang pria menghela nafas dan kembali duduk di dekat gadisnya itu. Tangannya kembali menggenggam tangan sang gadis dengan posesif. Saat angin musim gugur kembali bertiup, sehelai bunga sakura terbawa masuk ke dalam ruangan. Helai bunga itu tepat jatuh di atas hidung sang gadis. Sang gadispun kembali tersenyum dan membuka matanya. Dengan perlahan ia menggerakkan tangan kirinya dan mengambil helai bunga itu. Ia menatapnya dan tersenyum simpul.
“Ada apa?” tanya sang pria.
Sang gadis kembali menggelengkan kepalanya dan menatap sang pria. Tatapan yang sulit di artikan.
“Bunga Sakuranya sudah mulai berguguran.” Ucap sang gadis.
Dahi sang pria mengkerut, menandakan ia tak mengerti dengan ucapan sang gadis. Sang gadis hanya terkekeh dan kebali bersuara.
“Bunga Sakura ini akan bersemi lagi nanti… Saat musim semi tiba.”
“Lalu?” Bukannya mengerti, sang pria malah tambah kebingungan.
“Aku lahir saat Bunga Sakura ini mekar. Dan kau tahu, aku yakin aku harus pergi saat bunga sakura ini berguguran.” Ucap sang gadis sambil memandangi Pohon Sakura yang berada di luar.
“Jangan berkata seperti itu..” Jawab sang pria pelan.
“Ayolah Yifan, kita tidak boleh munafik. Aku tahu umurku ini tidak panjang lagi, aku harap kau bisa dengan segera melupakanku. Kau tidak boleh terus berlarut dalam kesedihan ini…”
Diam, sang pria alias Yifan itu tidak bisa berkata apa apa lagi.
“Kalau di akhir hidupku aku melihatmu sedih, aku akan terus bersedih Wu Yifan. Bisakah kau tersenyum di saat saat terakhirku? Aku benci air matamu. Aku ingin menjadikan halaman terakhir dihidupku ini indah tanpa air mata.” Ucap gadis itu panjang lebar.
“Mami…” Ucap Yifan lirih.
Yifan menundukkan kepalanya, menarik nafas dalam dalam. Menahan air matanya yang hendak melesat keluar, ia harus kuat. Ia kembali mendongkakkan kepalanya, menatap sang gadis yang bernama Mami itu.
“Aishiteimasu.” Lanjut Yifan.
Mami hanya tersenyum mendengarnya, ia kembali menatap Cherry Tree yang sudah mulai habis itu. dia mulai merasakan tenaganya menghilang, pandangannya mulai kabur.
“Yifan, lihat Pohon Sakura itu. Saat bunganya habis, mungkin waktuku juga akan habis...” Ucap mami sambil menatap Yifan sayu.
“I will turn into an eternal cherry tree, I won't move from here. Even you get lost on your heart's path, I will stand here so that you know where love is.” Sambung Mami.
Yifan bingung, entah apa yang harus ia katakan. Ia hanya bisa tersenyum dan menahan rasa sakit yang bergemuru di dadanya.
“Kisusite!” Ucap mami pelan.
Dengan perlahan Yifan menempelkan bibirnya dengan bibir Mami. Ciuman lembut itu berlangsung agak lama. Yifan mengakirinya saat Mami sedikit mendorong dadanya itu. keduanya saling bertatapan lalu tersenyum. Yifan mengelus surai pirang milik Mami dengan sayang, genggaman tangannya masih tak mau lepas sampai saat ini.
“Yifan, aku lelah. Aku ingin tidur.” Ucap Mami.
“Tidurlah.” Yifan mengecup kening Mami lalu menyelimuti tubuh mami sampai dada.
“Arigatou..Aishiteruyo.” Ucap Mami pelan.
“Tak perlu berterimakasih, Sugar.” Ucap Yifan sambil terus mengelus punggung tangan Mami.
“Sayonara, ai.”
Setelah kata terakhirnya, Mami meutup matanya bersamaan dengan hembusan angin yang membawa sehelai Bunga Sakura terakhir di pohon itu. Bunga itu terus terbang menjauh bersamaan dengan angin yang terus berhembus. Air bening itu mengalir dengan deras dari kedua mata Yifan, dokter dan beberapa suster berdatangan ke ruangan dimana Yifan masih mematung. Sang dokter berusaha memancing detak jantung gadis itu dengan alat penyetrum. Tapi nihil, setelah tiga kali dicoba tidak ada reaksi apapun yang terjadi. Dokter dan para suster pun menundukkan kepala, sang dokter membalikkan badannya dan berjalan ke arah Yifan. Sedangkan para suster mulai melepas alat alat yang menemel pada tubuh Mami –yang membuatnya menderita selama sebulan ini.
“Maafkan kami, Tuan.” Kata sang dokter dengan lirih.
“Ma..Mami…”
-I will turn into a cherry tree-
-Wu Yifan POV-
Setelah lima tahun berlalu, akhirnya aku kembali kesini. Kembali ketempat Mami menutup lembar terakhir dari buku kehidupannya. Aku menatap Pohon Sakura besar yang ada dihadapanku. Sazaki Mami, dia berjanji akan tetap berada disini kan?
“Mami.. Aku sangat merindukanmu.” Gumamku pelan.
Aku meletakan setangkai bunga Aster kesukaan Mami di bawah pohon itu. Saat angin bertiup, semerbak harum bunga sakura menyapa indera penciumanku, persis seperti bau tubuh Mami.
“Mami, apakah kau benar benar berubah menjadi Pohon Sakura?”
Aku tahu aku terlihat seperti orang bodoh, berbicara dengan sebuah pohon. Tapi, aku yakin Mami sedang mendengarku sekarang. Aku yakin Mami hadir disini..
“Aku datang kemari untuk meminta restumu. Aku akan menikahi seseorang bulan depan. Orang itu sangat mirip denganmu.”
Aku menatap ke arah langit, awan hitam mulai menutupi sang surya. Aku yakin sebentar lagi akan turun hujan. Mataku kembali menatap pohon yang berdiri tegak didepanku.
“Nama dia Yu Jiaqi. Semoga kau merestui kami berdua. Ah dan aku harap kau bahagia disana, Mami. Aku sudah menepati janjiku agar tidak berlarut dalam kesedihan.”
Aku menundukkan kepalaku dan berdoa. Entah mengapa, tiba tiba air mataku mengalir begitu saja. Walaupun kau telah tiada, kau akan tetap berada di tempat spesial di hatiku. Sampai kapanpun namamu akan terukir abadi, Sazaki Mami.
-fin-